Pilih Laman
informasi daerah

Jelajah Batik di Yogyakarta

 

Batik Kuno Pakualam, Yogyakarta (foto: Jejak Bocah Hilang)

Sido Mulyo, salah satu motif keraton yang dikhususkan untuk upacara pernikahan (foto: Noravedika)

Pernikahan keluarga Keraton Yogyakarta  (foto: Suryo Wibowo)

Kepingan Bersejarah Batik Keraton

Yogyakarta dikenal sebagai pusat batik Jawa klasik. Pola dan motif batik Yogyakarta pada umumnya berasal dari pengembangan beberapa motif utama, seperti Parang Rusak, Ceplok, Sidomukti, Truntum, dan Kawung. Masing-masing motif dan rancangan memiliki makna moralnya masing-masing. Misalnya, motif Parang Rusak berarti teguh memegang prinsip dan berjuang melawan godaan. Motif Kawung berarti bahwa manusia harus berguna seperti pohon kawung, karena semua bagiannya berguna atau bermanfaat. Beberapa motif lain juga terkait dengan gambaran hubungan dan perasaan ideal manusia, seperti misalnya Semen Rama, yang melambangkan kesetiaan, dan Truntum, bunga merah yang melambangkan cinta yang bersemi kembali. 

Nilai Sosial-Budaya Batik di Yogyakarta

Batik Yogyakarta pada umumnya berwarna cokelat, nila, biru, hitam, dan putih atau krem. Warna cokelat melambangkan keberanian untuk bekerja atau menghasilkan dengan aktif, atau suatu perjuangan untuk mencapai sesuatu. Warna biru dan nila berarti kesetiaan, sedangkan warna hitam berarti keabadian dan duka. Warna putih atau krem sebagai warna dasar kain melambangkan niatan untuk melakukan hal yang benar. Secara historis, gaya batik Yogyakarta dikenal sebagai dasar dari gaya batik yang lebih baru. Yogya tetap menjadi pusat industri batik di seluruh pulau di Indonesia, karena kota ini terus menghasilkan batik untuk berbagai kesempatan, bukan hanya untuk istana keajaan tapi juga untuk rakyat jelata; bukan hanya untuk acara formal, tapi juga untuk pakaian biasa sehari-hari.

Sejarah Batik Keraton Yogyakarta

Di masa dahulu, batik Yogyakarta terutama dipergunakan oleh kaum priyayi. Kaum alit awalnya hanya boleh menggunakan pakaian polos tanpa motif dengan warna gelap. Terciptanya batik Yogyakarta dapat ditelusuri hingga masa pendiri Kesultanan Mataram, Panembahan Senopati, memindahkan ibu kota kerajaannya dari Pajang ke Mataram. Pertapaan bisu sang Panembahan di Gunung Seribu telah memberinya ilham untuk menciptakan motif Lereng atau Parang. Tradisi memperlakukan motif ini sebagai hal yang hanya boleh dipakai keluarga kerajaan atau bangsawan terus dipelihara oleh para penerusnya, yang kini terbagi dua di keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Kerajaan Mataram dibagi menjadi kedua kerajaan ini setelah Perjanjian Penyerahan Diri Giyanti ditandatangani pada tahun 1755. Setelah Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) berakhir, penggunaan batik disebarluaskan oleh bangsawan maupun tentara Jawa ke luar istana, dan rakyat biasa mulai menggunakan motif batik yang sederhana.  

 

Motif Batik di Yogyakarta

Kampung Batik di Yogyakarta

workshop batik

Desa Batik adalah daerah di mana para produsen batik sebagian besar tinggal, membuka lokakarya, serta memamerkan produk-produk batik mereka. Anda dapat membeli tekstil batik dari pengrajin langsung dan berpartisipasi dalam proses pembuatan batik di situs tersebut.

Yogyakarta

Video Visualisasi 

dalam 1 Menit

Produksi Batik di Yogyakarta

Peragaan Adibusana Batik di Yogyakarta

Warisan Keraton yang Agung

YogyAkartA

Cand Prambanan (foto: Uwe Aranas, Wikipedia)

Tentang Daerah Istimewa Yogyakarta

 

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar yang memiliki banyak universitas yang memegang peranan penting dalam pendidikan di Indonesia. Yogyakarta merupakan tujuan wisata kedua terbesar di Indonesia setelah Bali. Kota ini merupakan tempat berdirinya Candi Prambanan, sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO. Provinsi ini adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang diatur oleh sebuah Kesultanan.  Di daerah ini berkembang beberapa jenis tujuan wisata: wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, dan wisata pendidikan.

 

Ciri Khas Alam Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Indonesia. Kota administrative di daerah ini adalah kota Yogyakarta. Daerah ini terletak di Pantai Selatan Jawa. Ia berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di tiga sisi, dan dengan Samudera Hindia di Selatan. Total penduduk menurut sensus tahun 2018 adalah 3.802.872 jiwa. Suku mayoritas di daerah ini adalah suku Jawa, dan agama mayoritasnya adalah Islam (83,22%). Pemeluk agama lain di sini adalah Kristen Protestan dan Katolik (15,65%), Buddha (0,29%), dan Hindu (0,20%).

Yogyakarta dikenal karena pantainya yang indah dan pemandangan alamnya yang unik. Salah satu situs alam yang paling indah di sini adalah air terjun Luweng Sampang di Kabupaten Gunung Kidul, yang terbentuk dari gerakan karst. (Foto: Jogja tour).

Sekilas Tentang Sejarah dan Budaya Yogyakarta

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan pada tahun 1755 oleh Pangeran Mangkubumi, yang lebih dikenal sebagai Sultan Hamengku Buwono I. Sejak saat itu, pemerintahan Yogyakarta berbentuk kesultanan. Yogyakarta mendapatkan status sebagai Daerah Istimewa akibat dari kejadian sejarah dalam pendirian provinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Yogyakarta juga dikenal sebagai Kota Budaya karena banyaknya istana dan peninggalan kerajaan-kerajaan kuno yang terpelihara dengan baik di daerah ini. Yogyakarta juga memiliki banyak pusat seni dan budaya, termasuk kampung batik. Ada juga banyak tarian, salah satunya Bedhaya Luluh. Tarian kerajaan ini dipertunjukkan dalam acara-acara istana sejak zaman Kesultanan Mataram pada abad ke-18. (Foto: Satu Harapan).

Peta Provinsi DIY Yogyakarta 

Peta DIY Yogyakarta (photo: Big.go.id)

Peta Indonesia

Peta Indonesia (foto: Resourceful Indonesia)

Destinasi Pariwisata di Yogyakarta